STOP ! Jangan memberi uang pengemis dan pengamen di lampu merah

Ponorogo – Sudah beberapa kali masyarakat Ponorogo dibuat gempar oleh fenomena pengemis yang memiliki pendapatan besar dari hasil mengemis. Kenyataan ini sebenarnya bukan hal yang mengejutkan bagi kebanyakan orang. Namun, di tengah situasi ekonomi yang sulit, kedermawanan masyarakat Ponorogo justru dimanfaatkan oleh para pengemis untuk mendapatkan uang dengan mudah. Hal ini pun menimbulkan keprihatinan dan kegeraman di kalangan warga.

Para pengemis tersebut lebih memilih mengemis di Ponorogo karena warganya dikenal “loman” atau dermawan. Sebenarnya, sifat dermawan bukan hanya dimiliki oleh masyarakat Ponorogo, tetapi juga oleh hampir seluruh rakyat Indonesia. Terlebih jika berkaitan dengan membantu mereka yang dianggap membutuhkan atau mendukung kegiatan sosial dan keagamaan.

Fakta ini didukung oleh data dari World Giving Index (WGI) tahun 2024, di mana Indonesia menduduki peringkat pertama sebagai negara dengan masyarakat paling dermawan di dunia. Indeks ini diperoleh dari survei tahunan yang dilakukan oleh Charities Aid Foundation (CAF) untuk mengukur tingkat kedermawanan penduduk di berbagai negara.

Di satu sisi, kedermawanan merupakan modal sosial yang sangat penting dalam menjaga keberlangsungan suatu bangsa. Contohnya, ketika seseorang kehilangan pekerjaan atau sumber penghidupan, ia masih bisa bertahan hidup karena ditopang oleh keluarga terdekat atau para tetangganya.

Namun, di sisi lain, sifat kedermawanan ini kerap disalahgunakan oleh sebagian orang demi keuntungan pribadi maupun kelompok. Fenomena pengemis dengan penghasilan besar, kotak amal yang tidak jelas pengelolaannya, serta praktik infaq dan sedekah yang disalahgunakan adalah contoh nyata dari penyimpangan ini.

Baca Juga  Derita Pengendara Honda BeAT di Ponorogo

Seorang teman pernah berseloroh, “Jika ingin cepat kaya tanpa usaha, jadilah pengemis—asal tidak malu. Atau, kalau ingin lebih keren, buatlah Lembaga Amil Zakat, Infaq, dan Sedekah (LAZIS), pasti cepat kaya.” Meski terdengar sebagai candaan, pernyataan ini mengandung kebenaran, mengingat beberapa waktu belakangan ada kasus pengemis dengan penghasilan fantastis serta penyalahgunaan donasi yang terungkap ke publik.

Sebagian besar daerah sebenarnya telah melarang warganya memberi uang kepada pengemis dan pengamen di lampu merah. Larangan ini bukan semata-mata untuk menekan keberadaan mereka, tetapi juga demi menjaga keamanan dan ketertiban lalu lintas. Sayangnya, karena masyarakat kita begitu dermawan dan mudah tersentuh, aturan ini sering kali diabaikan. Setiap kali razia dilakukan, hanya dalam hitungan hari para pengemis dan pengamen kembali bermunculan di persimpangan jalan.

Mungkin sudah saatnya kita semua berkata, “STOP memberi uang kepada pengemis dan pengamen di lampu merah!”