Masjid Tegalsari Ponorogo

Masjid-masjid tua saksi sejarah penyebaran Islam di Ponorogo

Ponorogo – Islam masuk ke Ponorogo pada awal abad ke 15, saat Majapahit mulai runtuh dan kesultanan Demak berdiri. Keruntuhan Majapahit ini membuat wilayah Wengker terpecah dan muncul para penguasa lokal yang mempunyai pengaruh cukup kuat di masyarakat sekitarnya. 

Masuknya Islam di Ponorogo dapat ditelusuri mulai datangnya Raden Katong bersama Ki Ageng Mirah dan Patih Seloaji. Periode ini adalah periode awal dari penyebaran islam di bekas Wilayah wengker yang kelak akan menjadi kabupaten Ponorogo.

Periode selanjutnya, paska wafatnya Ki Ageng Mirah, dakwah Islam di Ponorogo dilanjutkan oleh Kyai Donopuro. Secara genealogis Kyai Donopuro yang  nama aslinya Pangeran Sumendhe Ragil putra adalah putra Sunan Bayat. 

Setelah Kyai Donopuro wafat, estafet dakwah islam diteruskan oleh salah satu santrinya yaitu Kyai Muhammad Besari atau lebih dikenal sebagai Kyai Ageng Besari yang mendirikan pesantren Gebang Tinatar Tegalsari. Kyai Muhammad Hasan Besari adalah putra dari Ki Ageng Anom Besari, Kuncen Caruban.  Setelah wafatnya Kyai Ageng besari, dakwah Islam di Ponorogo dan sekitarnya dilanjutkan oleh anak keturunan serta santri-santrinya.

Yang menarik, setiap tokoh-tokoh penyebar ajaran Islam tersebut mempunyai kebiasaan untuk mendirikan masjid sebagai pusat dakwahnya. Hal ini mungkin merupakan amanah dan kebiasaan dari para guru-guru mereka yaitu para Walisongo. Misalnya Sunan Ampel, Sunan Giri, Sunan Kalijaga, anggota Walisongo lainnya, bahkan Sunan Bayat, mendirikan masjid untuk mereka gunakan sebagai pusat pengajaran.

Pun di Ponorogo, jejak-jejak peninggalan para tokoh penyebar ajaran Islam itu dapat kita telusuri lewat masjid-masjid yang telah mereka tinggalkan sebagai warisan sejarah. Sayangnya tidak semua masjid yang telah mereka bangun dapat dilestarikan dalam bentuk bangunan aslinya. Karena perkembangan zaman dan berbagai sebab lainnya, sebagian masjid-masjid tersebut setelah mengalami banyak renovasi.

Berikut adalah 7 masjid tua, peninggalan para tokoh-tokoh penyebar Islam di Ponorogo yang diurutkan berdasar periodisasi tahun pembangunannya.  

  1. Masjid Ki Ageng Mirah
Masjid Ki Ageng Mirah (Foto credit: fb-setenpo)

Masjid ini besar adalah masjid tertua yang ada di Ponorogo. Namun sayang bangunan masjid sudah berubah total karena pemugaran dan perluasan yang dilakukan pada masa-masa sebelumnya. Tahun pembangunannya tidak tertulis dalam catatan sejarah. Namun besar kemungkinan masjid ini dibangun pada masa awal kedatangan Ki Ageng Mirah di Ponorogo yang diperkirakan diperkirakan terjadi antara tahun 1475 hingga 1482 M. 

Baca Juga  Masjid Tegalsari dan Pesantren Gebang Tinatar: Jejak Sejarah Islam di Ponorogo

Nama asli ki Ageng Mirah adalah Ki Muslim putra Ki Ageng Gribig, adapun nama Mirah adalah nama putri beliau yang kemudian dinisbatkan menjadi nama beliau juga wilayah yang dipimpinya.

  1. Masjid Jami Kauman Kota lama
Masjid Kauman Kotalama

Masjid ini didirikan pada tahun 1560 oleh Adipati Sepuh, adipati kelima kadipaten Ponorogo yang masih keturunan Batoro Katong. Masjid yang lebih dikenal dengan  masjid Kauman Kota Lama ini masjid dulunya adalah masjid Agungnya Ponorogo saat pusat pemerintahan Ponorogo masih berada di Kuto Wetan. 

Kuto Wetan sendiri sudah tidak ada lagi bekas dan sisa-sisanya, hanya masjid ini yang tersisa. Dulunya posisi masjid ini berada di barat alun-alun, sementara pusat pemerintahan berada di sebelah utara alun-alun yang sekarang kemungkinan menjadi kelurahan Kadipaten. Beberapa bagian masjid sudah mengalami renovasi namun masih menyisakan beberapa ciri khas sebagai masjid tua.   

  1. Masjid Masjid Baiturrohman (Kyai Ageng Donopuro)
Masjid Baiturrahman, Setono, Jetis (Masjid Kyai Donopuro)

Masjid yang terletak di Dusun Setono, Desa Tegalsari, Kecamatan Jetis ini menurut prasasti yang terdapat di dalam masjid dibangun pada tahun 1600 oleh Kyai Donopuro, Kyai Noyopuro dan Kyai Wongsopuro.

Masjid ini awalnya terbuat dari jati yang ditopang empat pilar besar dan cukup  untuk menampung sekitar 40 orang. Jumlah sah untuk mengadakan shalat Jumat menurut fiqih Syafi’iyah. Sampai saat ini masjid sudah mengalami beberapa kali renovasi, renovasi paling besar terjadi pada tahun 2021. Saat ini, peninggalan yang masih asli adalah 4 pilar pada bagian dalam serta bedug yang terdapat di bagian depan. 

  1. Masjid Tegalsari
Masjid Tegalsari Ponorogo
Masjid Tegalsari (Foto: Nu Onlne)

Masjid Tegalsari terletak di desa Tegalsari, kecamatan Jetis, dibangun pada sekitar tahun 1740-an. Masjid ini adalah peninggalan Ki Ageng Muhammad Besari, pendiri pesantren Gebang Tinatar Tegalsari. Di dalam masjid tersimpan kitab yang berumur antara 150–170 tahun yang ditulis oleh Ranggawarsita, Pujangga keraton Surakarta yang juga santri dari Ki Ageng Muhammad Besari.

Hampir setiap hari masjid ini didatangi banyak wisatawan, terutama pada hari kamis malam. Wisatawan yang datang, selain beritikaf di masjid juga melakukan ziarah ke makam Ki Ageng Muhammad Besari yang berada di belakang masjid ini.

  1. Masjid Al Ishaq  Coper
Masjid Al Ishaq Coper

Masjid ini berada di desa Coper, kecamatan Jetis, didirikan pada abad ke-17 oleh Kyai Ishaq putra dari Kyai Ageng Muhammad Besari. Kyai Muhammad Ishaq ini konon adalah putra kesayangan dari Kyai Muhammad Besari yang didorong untuk membuka pondok pesantren di wilayah Coper.

Baca Juga  Fakta unik telaga Ngebel Ponorogo

Masjid ini sendiri diberikan oleh Ayahandanya setelah Kyai Ishaq diminta menyiarkan ajaran Islam di wilayah Coper, kecamatan Jetis. Sebelum masjid ini di pindahkan ke Coper setelah selesainya pembangunan masjid Tegalsari yang baru pada sekitar tahun 1750 Masehi.

  1. Masjid Imam Puro
Bagian dalam Masjid Imam Puro (Foto: NU Ponorogo)

Masjid yang berada di Desa Sukosari Ponorogo yang didirikan Kyai Imam Puro pada tahun 1778.  Kyai Imam Puro datang ke wilayah Sukosari untuk menyebarkan agama Islam setelah selesai nyantri kepada Kyai Ageng Muhammad Besari di pesantren Gebang Tinatar Tegalsari. Menurut cerita, Kyai Imam Puro memang diperintahkan oleh Kyai Ageng Besari untuk menyebarkan agama Islam di belahan barat laut Ponorogo yang berbatasan dengan Magetan.

Masjid Imam Puro sudah mengalami beberapa renovasi sebelumnya yaitu pada tahun 1850 dan 1960 dan yang terakhir tahun 2021. Namun beberapa bagian masih dipertahankan termasuk bagian utama, bedug, kentongan dan sumur tua yang berada di depan masjid. Di depan masjid juga masih ada pohon sawo kecik dan pohon mentega yang cukup besar.  

  1. Masjid Agung Tjokronegoro Ponorogo 
Masjid Agung Tjokronegoro Ponorogo

Masjid Agung Ponorogo yang terletak di jalan Aloon-aloon barat Kabupaten Ponorogo ini didirikan pada tahun 1858. Dibangun pada masa pemerintahan  Raden Mas Adipati Aryo Tjokronegoro salah satu cucu dari Kyai Ageng Muhammad Besari.

Bangunan utama dari masjid ini merupakan bangunan asli peninggalan adipati  Tjokronegoro dengan 16 tiang kayu jati. Konon tiang kayu jati tersebut terbuat dari 1 pohon jati besar yang dikerjakan tukang dari kayu dari kerajaan Surakarta. Di halaman masjid terdapat deretan pohon sawo kecik yang merupakan ciri khas bangunan masjid di Ponorogo.