Kampak Patik, keberanian rakyat Ponorogo melawan Kolonial Belanda

Ponorogo – Mungkin banyak yang belum tahu jika salah satu pemberontakan sipil pada jaman kolonial Belanda di Indonesia terjadi di Ponorogo. Pemberontakan berawal dari desa Patik, kecamatan Pulung, kabupaten Ponorogo, sehingga peristiwa pemberontakan itu lebih dikenal sebagai pemberontakan Kampak Patik. Bahkan konon kata Amok dalam bahasa Inggris dan Belanda yang merupakan serapan dari kata Amuk dalam bahasa melayu berasal dari berbagai peristiwa semacam ini.

Pemberontakan Kampak Patik tidak terjadi begitu saja, namun didasari oleh ketidakpuasan rakyat Ponorogo terhadap peraturan yang diterapkan oleh pemerintahan kolonial Belanda yang dianggap menyengsarakan rakyat.    

Berawal pada tahun 1830, Belanda memperkenalkan sistem tanam paksa (cultuurstelsel) dimana rakyat dipaksa untuk menanam beberapa tanaman untuk komoditas ekspor. Beberapa jenis komoditas yang diwajibkan antara lain kopi, teh, nila, dan tembakau di sebagian besar tanah mereka. Hasilnya kemudian wajib diserahkan kepada pemerintah Belanda dan dihargai sangat rendah. Bukan hanya itu, Belanda juga memberlakukan pajak yang tinggi dan berbagai pungutan lainnya atas penjualan komoditas tersebut yang semakin membebani rakyat.

Rakyat Ponorogo yang merasa ditindas kemudian melakukan perlawanan dengan menjarah gudang kopi milik Kontroleur Belanda. Peristiwa ini kemudian dilaporkan oleh Kontroleur sebagai “Kampak Patik” atau Perampokan/Penjarahan Patik untuk memberikan stigma negatif terhadap aksi tersebut, seolah-olah para pelaku adalah kriminal yang melawan hukum.

Baca Juga  CFD Ponorogo, apakah harus pindah ?

Kampak Patik ini dipimpin oleh tokoh-tokoh masyarakat setempat, sayangnya tidak ada catatan yang jelas siapa saja nama-nama tokoh yang terlibat. Nama-nama tokoh yang berperan hanya didapatkan dari sejarah lisan yang berkembang dan diceritakan secara turun temurun di masyarakat Ponorogo. Salah satunya adalah Ki Singowongso, seorang pemimpin lokal yang berhasil mengorganisir para petani dan masyarakat kecil untuk bersatu melawan kebijakan kolonial yang menindas. 

Tokoh lainnya adalah Nyai Sarpin, perempuan pemberani yang turut serta dalam perlawanan. Ia tidak hanya memotivasi para perempuan untuk ikut mendukung perjuangan, tetapi juga berperan aktif dalam pertempuran. 

Segera setelah peristiwa Kampak Patik tersebut, terjadi konfrontasi terbuka antara rakyat dan aparat kolonial Belanda. Rakyat yang bersenjatakan beragam perkakas pertanian seperti kapak, golok, sabit melawan pasukan kolonial yang lebih terlatih dan memiliki senjata api. Walaupun perlawanan rakyat cukup sengit namun setelah beberapa hari pertempuran, perlawanan berhasil dipadamkan oleh Belanda dengan korban jiwa yang cukup besar di pihak rakyat Ponorogo.

Walaupun pemberontakan Kampak Patik berhasil dipadamkan, perlawanan ini membuat pemerintah Belanda ketakutan dan khawatir akan muncul pemberontakan yang lebih besar. Sebagai hasilnya, pemerintah kolonial menurunkan pajak dan menaikkan harga komoditas kopi untuk meredam kemarahan rakyat. Kebijakan ini menjadi salah satu kemenangan moral bagi rakyat Ponorogo.

Pemberontakan Kampak Patik menjadi bukti keberanian rakyat Ponorogo dalam menghadapi penindasan dan ketidakadilan. Peristiwa ini merupakan bagian penting dari sejarah perlawanan rakyat Nusantara terhadap kolonialisme yang patut terus dikenang dan dipelajari.